Di Indonesia, di mana masyarakatnya mayoritas muslim, beragam program atau kebiasaan menyongsong Ramadhan tidak sedikit digelar di bermacam daerah.
Pasti saja caranya berbeda-beda tetapi semangatnya masih sama, yaitu adalah wujud papar syukur serta kegembiraan umat muslim dengan datangnya bulan puasa.
Dalam kalender Islam, bulan Ramadhan diawali dengan datangnya bulan Sya�ban.Nah di bulun Sya�ban ini pada umumnya tidak sedikit di gelar upacara adat menyongsong datangnya bulan suci Ramadhan.
Adat ini merupakan rutinitas yang dilakukan oleh orang sunda dalam menyongsong datangnya bulun suci Ramadhan. Umumnya kebiasaan ini dilakukan oleh nyaris seluruh golongan penduduk walau secara berbeda-beda, namun intinya masih satu makna, adalah berkumpul sambil menikmati hidangan makanan yang disuguhkan.
Inilah tradisi yang biasa di lakukan dalam adat warga sunda secara turun temurun tetap di pertahankan oleh tiap-tiap generasi berikutnya.
Biarpun istilah �Nyorog�nya telah mulai sejak menghilang, tetapi kebiasan mengirim bingkisan hingga kini tetap ada di dalam penduduk Betawi. Bingkisan tersebut kebanyakan berisi bahan makanan mentah, ada pula yang berisi daging kerbau, ikan bandeng, kopi, susu, gula, sirup, dan juga yang lain.
Tradisi �Nyorog� di penduduk Betawi mempunyai makna yang merupakan tanda saling mengingatkan, bahwa bulun suci Ramadhan akan segera tiba, tidak cuma itu etika �Nyorog� pun juga sebagai pengikat tali silahturahmi sesama sanak keluarga.
Tidak hanya itu pun bermakna juga sebagai pembersihan diri atas segala kesalahan serta tindakan dosa yang sudah dilakukan.
Kebiasaan Balimau dilakukan oleh warga Padang, Sumatera Barat. Rata-rata tradisi ini di lakukan dari mulai matahari terbit sampai terbenam jauh hari sebelum bulan Ramadhan.
Hampir sama dengan �Padusan�, makna dari adat Balimau ini berarti melaksanakan pembersihan diri dengan cara lahir dan juga batin, agar siap menjalankan ibadah puasa.
Rutinitas yang cuma digelar setahun sekali ini bakal ditutup dengan �Balimau Kasai� atau bersuci menjelang matahari terbenam sampai tengah malam.
Adat ini dinamakan �Meugang�, konon kabarnya rutinitas �Meugang� telah ada sejak tahun 1400 Masehi, atau sejak jaman raja-raja Aceh.
Rutinitas makan daging kerbau atau kambing ini biasa dilakukan oleh seluruhnya penduduk Aceh. Bahkan jika ada penduduk yang tak sanggup membeli daging buat di konsumsi, seluruh masyarakat bakal bergotong-royong menolong, biar seluruhnya warganya bakal menikmati daging kambing atau kerbau sebelum datangnya bulan Ramadhan.
Rutinitas �Meugang� umumnya pun dilakukan kala hari raya Lebaran dan Hari Raya Haji.
7. Dugderan
Rutinitas unik lainnya adalah �Dugderan� ini berasal dari kota Semarang, Jawa Tengah. Nama �Dugderan� sendiri berasal dari kata �Dug� dan �Der�. Kata Dug di ambil dari nada dari bedug tempat ibadah yang di tabuh berkali-kali sebagai tanda datangnya awal bulan Ramadhan. Sedangkan kata �Der� sendiri berasal dari nada dentuman meriam yang di sulutkan bersamaan dengan tabuhan bedug.
Rutinitas yang telah berusia beberapa ratus tahun ini tetap bersi kukuh di tengah perkembangan jaman. rata-rata digelar kira-kira 1 sampai 2 pekan sebelum puasa dimulai. Dikarenakan telah berjalan lama, rutinitas Dugderan ini telah jadi semacam pesta rakyat. Walau telah menjadi semacam pesta rakyat �berupa tari japin, arak-arakan (karnaval) sampai tabuh bedug oleh Walikota Semarang�, namun proses ritual (pengumuman awal puasa) masihlah jadi puncak dugderan.
Agar konsisten mempertahankan suasana seperti pada jamannya, dentuman meriam saat ini di gantikan suara-suara petasan atau bleduran.
Bleduran terbuat dari bongkahan batang pohon yang dilubangi tengahnya, kemudian diberi karbit dan disulut untuk menghasilkan dentuman
8. Dandangan (Kudus, jateng)
Keunikan lainnya dari penyambutan ramadhan adalah perayaan tradisi �Dandangan� ialah kebiasaan di kota Kudus yang di adakan menjelang kehadiran bulan suci Ramadhan. Dandangan ialah pasar tengah malam yang diadakan di Menara Kudus, sepanjang jalan Sunan Kudus, juga meluas ke lokasi-lokasi di sekitarnya.
Kebiasaan dandangan ini di perdagangkan beragam keperluan mulai sejak dari peralatan rumahtangga, baju, sepatu, sandal, hiasan keramik, hingga mainan anak-anak, serta makanan dan juga minuman.
Tradisi ini telah ada sejak 450 tahu lalu atau tepatnya era Syeh Jakfar Shodiq (Sunan Kudus). dikala itu, tiap-tiap menjelang bulan puasa beberapa ratus santri Sunan Kudus berkumpul di Tempat Ibadah Menara menunggu pengumuman dari Sang Guru berkenaan awal puasa.
Para santri selain berasal dari Kota Kudus juga banyak yang berasal dari daerah sekitarnya seperti Kendal, Semarang, Demak, Pati, Jepara, Rembang, bahkan hingga Tuban, Jawa Timur. Dikarenakan sebanyak orang berkumpul, adat �Dandangan� seterusnya tak sekadar menunggu pengumuman resmi dari Tempat Ibadah Menara berkaitan awal puasa, namun serta diramaikan para pedagang buat berjualan di ruang itu.
Rutinitas ini rata-rata dilakukan dua hari menjelang Ramadhan. Hasil lemang yang telah dimasak tadi di jadikan hantaran ke mertua sebagai permohonan maaf.
Diduga nama apem atau apam berasal dari kata afwan dalam bahasa Arab yang berarti maaf. Kebiasaan makan apem ini untuk memaknai permintaan maaf terhadap sesama saudara, kerabat, dan juga sahabat.
Sebetulnya, yang berjalan bukanlah sekadar rutinitas makan apem, melainkan melakukan selamatan atau tahlilan dengan sajian apem serta pisang raja buat mendoakan arwah saudara, kerabat yang sudah wafat, sekaligus minta maaf. Sesudah tahlilan, apem dan juga pisang tersebut akan dibagikan pada seluruh keluarga dan tetangga.
Seusai berdoa, seluruh masyarakat lantas menggelar genduren (kenduri) atau makan di sepanjang jalan yang sudah digelari tikar serta daun pisang.
Setiap keluarga mengambil makanan sendiri. Uniknya, makanan yang di boyong harus berupa makanan tradisional, seperti ayam ingkung, sambar goreng ati, mangut, urap sayuran dengan lauk rempah, perkedel, tempe tahu bacem, serta lain sebagainya.
�Nyadran� atau �Sadranan� berasal dari kata Sodrun yg artinya gila atau tak waras. Sebelum datangnya walisongo, warga di Pulau Jawa tidak sedikit yang tetap menyembah pohon, batu, bahkan binatang, dan itu di anggap tak waras.
Disaat itu mereka menyembah sambil mengambil sesaji berupa makanan serta membaca mantra-mantra. Setelah Itu datang para walisongo yang meluruskan bahwa aliran mereka salah, yang wajib di sembah cuma Allah SWT.
Mantra-mantra yang dibaca lantas ditukar bersama doa-doa menurut aliran Islam. Sedangkan sesaji ditukar berupa makanan yang bisa di konsumsi oleh masyarakat.
Atau jumlah orang tersebut bisa di sesuaikan dengan kambing atau sapi yang dikorbankan.
Pasti saja caranya berbeda-beda tetapi semangatnya masih sama, yaitu adalah wujud papar syukur serta kegembiraan umat muslim dengan datangnya bulan puasa.
Dalam kalender Islam, bulan Ramadhan diawali dengan datangnya bulan Sya�ban.Nah di bulun Sya�ban ini pada umumnya tidak sedikit di gelar upacara adat menyongsong datangnya bulan suci Ramadhan.
Berikut ini kebiasaan atau tradisi unik menyongsong ramadhan dari beraneka ragam daerah di indonesia :
1. Munggahan
Munggahan yakni satu tradisi berkumpul bagi anggota keluarga, serta kawan-kawan kita saling bermaaf-maafan sambil menikmati hidangan makanan khas, hal ini dilakukan untuk mempersiapkan diri masing-masing dalam menghadapi bulun Ramadhan yang akan segera datang.Adat ini merupakan rutinitas yang dilakukan oleh orang sunda dalam menyongsong datangnya bulun suci Ramadhan. Umumnya kebiasaan ini dilakukan oleh nyaris seluruh golongan penduduk walau secara berbeda-beda, namun intinya masih satu makna, adalah berkumpul sambil menikmati hidangan makanan yang disuguhkan.
Inilah tradisi yang biasa di lakukan dalam adat warga sunda secara turun temurun tetap di pertahankan oleh tiap-tiap generasi berikutnya.
2. Nyorog
Di Betawi, rutinitas �Nyorog� atau membagi-bagikan bingkisan makanan terhadap anggota keluarga yang lebih tua, seperti Bapak/Ibu, Mertua, Paman, Kakek/Nenek, jadi suatu kebiasan yang sejak lama dilakukan sebelum datangnya balnn suci Ramadhan.Biarpun istilah �Nyorog�nya telah mulai sejak menghilang, tetapi kebiasan mengirim bingkisan hingga kini tetap ada di dalam penduduk Betawi. Bingkisan tersebut kebanyakan berisi bahan makanan mentah, ada pula yang berisi daging kerbau, ikan bandeng, kopi, susu, gula, sirup, dan juga yang lain.
Tradisi �Nyorog� di penduduk Betawi mempunyai makna yang merupakan tanda saling mengingatkan, bahwa bulun suci Ramadhan akan segera tiba, tidak cuma itu etika �Nyorog� pun juga sebagai pengikat tali silahturahmi sesama sanak keluarga.
3. Padusan
Lain daerah tentu lain juga tradisinya, warga di Klaten, Boyolali, Salatiga juga Yogyakarta biasa lakukan upacara berendam atau mandi di sumur-sumur atau sumber mata air di tempat-tempat kramat. tradisi ini dinamakan �Padusa� yang bermakna supaya jiwa serta raga seorang yang akan laksanakan ibadah puasa bersih lahir batin.
Tidak hanya itu pun bermakna juga sebagai pembersihan diri atas segala kesalahan serta tindakan dosa yang sudah dilakukan.
4.Balimau
Adat Balimau nyaris sama dengan etika padusan, yaitu membersihkan diri secara berendam atau mandi bersama-sama di sungai atau ruangan pemandian.Kebiasaan Balimau dilakukan oleh warga Padang, Sumatera Barat. Rata-rata tradisi ini di lakukan dari mulai matahari terbit sampai terbenam jauh hari sebelum bulan Ramadhan.
Hampir sama dengan �Padusan�, makna dari adat Balimau ini berarti melaksanakan pembersihan diri dengan cara lahir dan juga batin, agar siap menjalankan ibadah puasa.
5. Jurusan pacu
Di Kab. Kuantan Singingi, Riau, masyarakatnya mempunyai adat yang serupa dengan lomba dayung. Adat �Jalur Pacu� ini di gelar di sungai-sungai di Riau dengan memanfaatkan perahu tradisional, semua penduduk dapat tumpah ruah menjadi satu menyongsong gelaran tersebut.Rutinitas yang cuma digelar setahun sekali ini bakal ditutup dengan �Balimau Kasai� atau bersuci menjelang matahari terbenam sampai tengah malam.
6. Meugang
Tidak Serupa dengan yang lain, di Nangroe Aceh Darussalam (NAD) atau yang akrab di namakan bersama kota �Serambi Mekah�, warganya menyongsong datangnya bulan suci Ramadhan dengan menyembelih kambing atau kerbau.
Adat ini dinamakan �Meugang�, konon kabarnya rutinitas �Meugang� telah ada sejak tahun 1400 Masehi, atau sejak jaman raja-raja Aceh.
Rutinitas makan daging kerbau atau kambing ini biasa dilakukan oleh seluruhnya penduduk Aceh. Bahkan jika ada penduduk yang tak sanggup membeli daging buat di konsumsi, seluruh masyarakat bakal bergotong-royong menolong, biar seluruhnya warganya bakal menikmati daging kambing atau kerbau sebelum datangnya bulan Ramadhan.
Rutinitas �Meugang� umumnya pun dilakukan kala hari raya Lebaran dan Hari Raya Haji.
7. Dugderan
Rutinitas unik lainnya adalah �Dugderan� ini berasal dari kota Semarang, Jawa Tengah. Nama �Dugderan� sendiri berasal dari kata �Dug� dan �Der�. Kata Dug di ambil dari nada dari bedug tempat ibadah yang di tabuh berkali-kali sebagai tanda datangnya awal bulan Ramadhan. Sedangkan kata �Der� sendiri berasal dari nada dentuman meriam yang di sulutkan bersamaan dengan tabuhan bedug.Rutinitas yang telah berusia beberapa ratus tahun ini tetap bersi kukuh di tengah perkembangan jaman. rata-rata digelar kira-kira 1 sampai 2 pekan sebelum puasa dimulai. Dikarenakan telah berjalan lama, rutinitas Dugderan ini telah jadi semacam pesta rakyat. Walau telah menjadi semacam pesta rakyat �berupa tari japin, arak-arakan (karnaval) sampai tabuh bedug oleh Walikota Semarang�, namun proses ritual (pengumuman awal puasa) masihlah jadi puncak dugderan.
Agar konsisten mempertahankan suasana seperti pada jamannya, dentuman meriam saat ini di gantikan suara-suara petasan atau bleduran.
Bleduran terbuat dari bongkahan batang pohon yang dilubangi tengahnya, kemudian diberi karbit dan disulut untuk menghasilkan dentuman
8. Dandangan (Kudus, jateng)
Keunikan lainnya dari penyambutan ramadhan adalah perayaan tradisi �Dandangan� ialah kebiasaan di kota Kudus yang di adakan menjelang kehadiran bulan suci Ramadhan. Dandangan ialah pasar tengah malam yang diadakan di Menara Kudus, sepanjang jalan Sunan Kudus, juga meluas ke lokasi-lokasi di sekitarnya.Kebiasaan dandangan ini di perdagangkan beragam keperluan mulai sejak dari peralatan rumahtangga, baju, sepatu, sandal, hiasan keramik, hingga mainan anak-anak, serta makanan dan juga minuman.
Tradisi ini telah ada sejak 450 tahu lalu atau tepatnya era Syeh Jakfar Shodiq (Sunan Kudus). dikala itu, tiap-tiap menjelang bulan puasa beberapa ratus santri Sunan Kudus berkumpul di Tempat Ibadah Menara menunggu pengumuman dari Sang Guru berkenaan awal puasa.
Para santri selain berasal dari Kota Kudus juga banyak yang berasal dari daerah sekitarnya seperti Kendal, Semarang, Demak, Pati, Jepara, Rembang, bahkan hingga Tuban, Jawa Timur. Dikarenakan sebanyak orang berkumpul, adat �Dandangan� seterusnya tak sekadar menunggu pengumuman resmi dari Tempat Ibadah Menara berkaitan awal puasa, namun serta diramaikan para pedagang buat berjualan di ruang itu.
9. Malamang (Sumatra Barat)
Di Sumatra Barat, ada suatu kebiasaan unik lain yang dilakukan guna menyongsong bulan suci Ramadhan. Di sini, penduduk berkumpul dan bersama bergotong royong membuat nasi lemang dengan ruas-ruas bambu yang sudah di potong-potong.Rutinitas ini rata-rata dilakukan dua hari menjelang Ramadhan. Hasil lemang yang telah dimasak tadi di jadikan hantaran ke mertua sebagai permohonan maaf.
10. Megengan (Surabaya, Jawa Timur)
Di Surabaya, menjelang Ramadhan ada rutinitas unik yang di namakan �Megengan�. Konon, kebiasaan ini dimulai dari kawasan Ampel, di sekitar Tempat Ibadah Ampel, Surabaya. �Megengan� di tandai dengan acara makan apem, semacam serabi tebal berdiameter kira kira 15 senti, dibuat dari tepung beras. Apemnya hampir tawar, seperti kue mangkok yang di manfaatkan masyarakat keturunan Tionghoa utk sembahyangan menjelang Imlek.Diduga nama apem atau apam berasal dari kata afwan dalam bahasa Arab yang berarti maaf. Kebiasaan makan apem ini untuk memaknai permintaan maaf terhadap sesama saudara, kerabat, dan juga sahabat.
Sebetulnya, yang berjalan bukanlah sekadar rutinitas makan apem, melainkan melakukan selamatan atau tahlilan dengan sajian apem serta pisang raja buat mendoakan arwah saudara, kerabat yang sudah wafat, sekaligus minta maaf. Sesudah tahlilan, apem dan juga pisang tersebut akan dibagikan pada seluruh keluarga dan tetangga.
11. Nyadran (Jawa)
Rata Rata dilakukan tiap-tiap hri ke-10 kepada bulan Rajab. gelaran diawali dengan berdoa (tahlil) yang dipimpin sesepuh dusun setempat. Di dalam doa itu mereka bersama-sama memanjatkan doa buat kakek, nenek, Bpk, ibu, pun saudara-saudara mereka yang telah wafat.Seusai berdoa, seluruh masyarakat lantas menggelar genduren (kenduri) atau makan di sepanjang jalan yang sudah digelari tikar serta daun pisang.
Setiap keluarga mengambil makanan sendiri. Uniknya, makanan yang di boyong harus berupa makanan tradisional, seperti ayam ingkung, sambar goreng ati, mangut, urap sayuran dengan lauk rempah, perkedel, tempe tahu bacem, serta lain sebagainya.
�Nyadran� atau �Sadranan� berasal dari kata Sodrun yg artinya gila atau tak waras. Sebelum datangnya walisongo, warga di Pulau Jawa tidak sedikit yang tetap menyembah pohon, batu, bahkan binatang, dan itu di anggap tak waras.
Disaat itu mereka menyembah sambil mengambil sesaji berupa makanan serta membaca mantra-mantra. Setelah Itu datang para walisongo yang meluruskan bahwa aliran mereka salah, yang wajib di sembah cuma Allah SWT.
Mantra-mantra yang dibaca lantas ditukar bersama doa-doa menurut aliran Islam. Sedangkan sesaji ditukar berupa makanan yang bisa di konsumsi oleh masyarakat.
12. Perlon Unggahan (Banyumas, Jawa Tengah)
Menjelang bulan Ramadhan, warga di Banyumas bakal mengadakan syukuran besar-besaran yang dinamakan �Perlon Unggahan�. Aneka macam masakan tradisional di sajikan, di antaranya daging serundeng sapi dan sayuran berkuah yang wajib di hidangkan. Ke-2 menu tersebut uniknya mesti disajikan oleh para laki laki dewasa berjumlah 12 orang.Atau jumlah orang tersebut bisa di sesuaikan dengan kambing atau sapi yang dikorbankan.
0 Response to " Beragam tradisi unik menjelang ramadhan diberbagai daerah "
Post a Comment